Pernah kehilangan seseorang yang berarti dalam
hidup kita?
Bagaimana menghadapinya?
“Cinta baru sempurna jika terasa menyayat,
seperti segumpal tanah liat yang akan baru menjadi indah setelah dibentuk
menjadi tembikar. Cinta menjadi abadi jika tak terjangkau. Ibarat bumi selalu
mengintai matahari. Kerana tak mampu meraihnya, selamanya menjadi bayangan yang
tak terengkuh. Ditinggalkan jauh lebih menyakitkan daripada diputuskan. Namun
lebih menyakitkan lagi ketika kita tidak mengerti bahwa kadangkala Allah
izinkan kita kehilangan seseorang untuk kebaikan kita sendiri. Kehilangan akan
membuat kita merasa rapuh tapi disisi lain kehilangan dapat membuat kita
tegar.”
Tetapi sesuatu yang hilang belum tentu
meninggalkan kekosongan, karena jejak-jejak yang ditinggalkannya tak pernah
benar-benar hilang.
Maka, mari belajar untuk mencintai kehilangan
itu, karena ia adalah sebagian proses peremajaan dari hidup. Kehilangan menjadi
pelajaran dan pengalaman baru buat kita kita dapat menerima dengan baik proses
itu, menerima diri kita sendiri.
Kata orang bijak, manusia tak memiliki apa-apa kecuali
pengalaman hidup. Kita sadar kita tak pernah memiliki apa-apa pun, kenapa harus
tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan ketika kita kehilangan.
Kemenangan hidup bukan bermakna kejayaan mendapat
banyak, tetapi ada pada kemampuan menikmati apa yang didapat tanpa menguasai.
Pelajaran dari beberapa kehilangan, bahwa dalam setiap kehilangan ada
pembelajaran yang membuat jiwa makin dewasa. Atau mungkin menjadi sebuah proses
lepasnya sebuah ego dalam diri. Di saat kehilangan, kita jadi meringkuk seperti
bayi yang tak punya kuasa.
Menyadari bahwa sekuat apapun jiwa dan diri,
setiap hidup tak pernah lepas dari kehilangan. Bahwa cerita di dunia ini bukan
hanya celoteh kita, tapi ada celoteh lain yang harus didengarkan, dipenuhi dan
dilalui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar